Infaq Terbaik! untuk pengembangan media munzalan.com

Tahun ini, Kamu Kurban Apa?

Ilustrasi

Kurban di Era Digital – Heboh Feed, Hampa Spirit

Idul Adha lagi-lagi datang dengan gegap gempita. Grup keluarga rame kirim foto sapi, Instastory penuh slide daging, dan status WA penuh quote Islami yang—jujur aja—kadang kita copas dari tahun lalu.

Tapi di balik semua itu, pernah nggak kita duduk sebentar dan tanya ke diri sendiri:

“Apa yang benar-benar aku korbankan tahun ini?”

Dan plis, jangan jawab cuma: “uang buat beli kambing.”

Karena kurban itu bukan cuma soal transfer ke panitia atau posting bareng hewan sembelihan. Kurban adalah tentang melepaskan sesuatu yang kamu sayang, demi sesuatu yang lebih besar: ridha Allah.

Sayangnya, banyak dari kita terlalu nyaman di zona “ritual”. Semuanya sesuai prosedur: niat, potong, distribusi. Tapi tidak ada yang berubah di dalam. Tidak ada yang terasa dikorbankan. Dan akhirnya… ya itu tadi: dagingnya sampai ke rumah-rumah, tapi maknanya tertinggal di kandang.

Kita terlalu sibuk memastikan sapi kita gemuk dan kambing kita sehat,
Tapi lupa memastikan: apakah hati kita juga sedang berkurban?

Kurban yang diterima itu bukan yang paling mahal, tapi yang paling jujur.
Yang bukan cuma keluar dari dompet, tapi juga dari hati.

Lalu sekarang, di tengah hiruk-pikuk Idul Adha ini, aku cuma mau tanya satu hal:

Apa yang kamu korbankan tahun ini?

(Dan plis, jangan jawab cuma uang.)

Kurban: Dari Simbol ke Makna

Sebelum kita terlalu jauh, penting banget buat kita pahami dulu nih:
Kurban itu bukan sekadar ritual potong hewan yang jadi pemandangan rutin tiap Idul Adha. Kalau cuma itu, bisa-bisa ibadah kita jadi kayak hashtag #OnlyForShow.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hajj ayat 37:

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang sampai kepada-Nya…” (QS. Al-Hajj: 37)

Nah, itu loh yang harus kita pegang! Kurban yang diterima bukan yang paling besar, paling mahal, atau paling banyak yang diliput di medsos. Tapi yang keluar dari ketakwaan dan keikhlasan hati.

Jadi, kalau kamu beli sapi mahal, foto-foto di Instagram, tapi hatimu masih penuh sama rasa sombong, iri, atau bahkan enggan berkurban dengan apa pun selain uang, itu artinya kurbanmu belum “nyampe”.

Makanya, penting banget untuk refleksi:

Apakah kurban kita sudah nyentuh hati? Sudah bikin kita berubah jadi pribadi yang lebih baik? Atau cuma jadi ritual tahunan yang lewat begitu saja?

Kalau kamu pernah denger istilah “kurban yang gagal move on”, itu artinya kita cuma berhenti di daging yang dipotong, tapi jiwa kita nggak bergerak sedikit pun. Gitu aja?

Kalau setuju, lanjut yuk!

Ujian Kurban: Setiap Orang Punya “Ismail”-nya

Kita semua tahu kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, kan? Kisah legendaris yang jadi landasan ibadah kurban. Tapi kalau dipikir-pikir, ujian mereka itu bukan cuma soal fisik—menyembelih anak sendiri. Itu ujian hati, ujian iman, dan ujian pengorbanan yang paling personal.

Bayangin, Nabi Ibrahim yang sudah menunggu bertahun-tahun punya anak, tiba-tiba diuji dengan perintah yang berat banget. Tapi apa yang bikin kisah ini luar biasa?

Jawaban Ismail: “Ayah, lakukan apa yang diperintahkan Allah, aku sabar.”

Ini bukan hanya soal Nabi Ibrahim yang taat, tapi juga Nabi Ismail yang rela melepas sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Dua generasi, satu tujuan: ridha Allah.

Zaman sekarang, ujian kita mungkin nggak seberat itu. Tapi bisa jadi “Ismail” kita adalah:

  • Kebiasaan buruk yang susah ditinggalkan
  • Gengsi yang bikin kita susah minta maaf
  • Hubungan yang belum halal tapi susah diputus
  • Ego yang bikin susah terima nasihat
  • Zona nyaman yang bikin kita malas hijrah

Yap, itu semua bisa jadi “kurban” yang Allah minta dari kita. Bukan cuma daging kambing atau sapi, tapi melepaskan sesuatu yang bikin kita jauh dari Allah.

Kalau kita cuma fokus sama uang dan hewan, bisa-bisa kita lupa, bahwa kurban terbesar itu adalah keberanian kita untuk mengorbankan diri sendiri—ego, hawa nafsu, dan kebiasaan buruk.

Jenis-jenis Pengorbanan yang Sering Kita Hindari

Sering banget kita mikir, “Udah nih, aku udah keluarkan uang buat kambing, berarti aku udah berkurban.” Tapi, bro and sis, kurban itu jauh lebih luas dari sekadar uang dan hewan.

Yuk, cek apa aja sih “korban” yang biasanya kita hindari:

  1. Korban Waktu

Kamu pasti tahu kan, betapa gampangnya waktu kita habis buat scrolling medsos, nonton series, atau main game? Padahal, waktu itu modal utama kita buat beribadah dan mendekat ke Allah.

Berani nggak “korbanin” sedikit waktu rebahan buat salat sunnah, baca Al-Qur’an, atau ikut kajian? Itu juga kurban, lho!

  1. Korban Ego

Ini berat banget! Minta maaf duluan, terima kritik, atau ngaku salah itu bikin ego kita luka. Tapi justru itulah yang membuat hati kita bersih dan dekat sama Allah.
Rasulullah bersabda:

“Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walau sebesar biji zarrah.” (HR. Muslim)

Yuk, berani “tebas” ego untuk kurban tahun ini!

  1. Korban Rasa Nyaman

Hijrah itu memang nggak nyaman. Kadang harus ninggalin kebiasaan lama yang sudah nempel banget. Misal: nongkrong yang nggak bermanfaat, gaya hidup konsumtif, atau bahkan cara berpikir negatif.

Ingat, yang nyaman belum tentu benar, dan yang benar belum tentu nyaman.

  1. Korban Hubungan

Meninggalkan ikatan yang belum halal, walau berat. Bisa jadi itu hubungan pacaran yang nggak direstui, atau lingkungan pertemanan yang bikin kita jauh dari Allah.
Kalau kamu merasa berat, ingat:

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

  1. Korban Potensi

Kadang, kita punya kesempatan buat berbuat baik, tapi takut keluar zona nyaman atau takut gagal. Misalnya, kamu punya bakat dakwah tapi males maju karena takut dikritik.
Berani berkurban potensi itu berarti berani jadi lebih bermanfaat untuk orang banyak.

Intinya, kurban itu bukan cuma soal “uang dan hewan,” tapi tentang siap melepaskan sesuatu yang selama ini kita genggam erat, demi ridha Allah.

Kurban yang Diterima: Tanda dan Ciri

Gimana sih kita tahu kalau kurban yang kita lakukan benar-benar diterima Allah? Gak usah bingung, karena Allah sudah jelaskan lewat banyak ayat dan hadis tentang ciri-ciri ibadah yang Dia terima.

Pertama, dari Surat Al-Hajj ayat 37 tadi, jelas banget kalau yang sampai ke Allah itu ketakwaan dan keikhlasan hati. Jadi, tanda kurban diterima bukan dari seberapa banyak daging yang kita bagi, tapi dari perubahan yang terjadi di hati kita.

  1. Ada Perubahan Nyata dalam Diri

Kalau setelah Idul Adha ini kamu masih sama seperti biasanya — masih ngeluh, masih suka bohong, masih malas ibadah — bisa jadi kurban kamu belum “nyampe”. Tapi kalau kamu mulai merasa lebih sabar, lebih ikhlas, dan lebih dekat sama Allah, itu tanda kurbanmu diterima.

  1. Tidak Sombong dan Pamer

Allah sangat membenci kesombongan. Rasulullah bersabda:

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walau sebesar biji zarrah.” (HR. Muslim)

Kalau kurbanmu kamu pamer-pamerin terus di sosial media tanpa ada perubahan nyata dalam diri, itu malah bisa jadi boomerang buat kamu.

  1. Konsisten dan Berkelanjutan

Kurban yang diterima bukan yang cuma sekali setahun doang. Tapi yang berbuah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, kamu berkurban waktu untuk ngaji terus-menerus, berkurban ego di setiap konflik, dan berkurban hawa nafsu dalam tiap keputusan.

  1. Menjadi Lebih Peduli pada Sesama

Kurban juga soal berbagi, bukan cuma soal potong hewan dan bagiin daging. Kalau kamu mulai lebih perhatian sama tetangga, lebih dermawan, dan lebih peka terhadap kesulitan orang lain, itu adalah hasil nyata dari kurban yang diterima.

  1. Merasa Ringan Melepaskan Dunia

Kalau kamu sudah mulai merasa gak berat lagi buat melepas hal-hal duniawi yang selama ini kamu genggam erat demi Allah, itu adalah bukti bahwa kurbanmu membuahkan hasil.

Jadi, Tahun Ini, Kamu Kurban Apa?

Sekarang aku balik tanya lagi nih, serius ya:

Apa yang kamu korbankan tahun ini?

Dan please, jangan jawab cuma uang buat beli kambing. Kurban sejatinya bukan cuma soal materi, tapi soal melepaskan sesuatu yang kamu sayang demi ridha Allah. Melepaskan waktu buat mendekat pada-Nya. Melepaskan ego yang selama ini menghalangi jalan kebaikan. Melepaskan kebiasaan buruk yang bikin kamu jauh dari rahmat. Melepaskan kenyamanan dunia yang bikin lupa akhirat. Ingat, Allah itu Maha Baik. Dia tidak pernah rugi menerima pengorbanan kita, sebesar atau sekecil apapun itu.

Rasulullah bersabda: “Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantikan dengan sesuatu yang lebih baik.” (HR. Ahmad)

Jadi, yuk jangan cuma sibuk hitung-hitungan daging dan biaya, tapi sibuk juga hitung-hitung seberapa besar kamu berani berkurban dari dalam hati. Kurban yang diterima itu bukan yang paling mahal, tapi yang paling jujur dan bermakna.

Jangan sampai kurbanmu cuma viral di story, tapi gak pernah viral di hati. Selamat Idul Adha, semoga kita semua bisa jadi pribadi yang benar-benar berkurban — bukan hanya di hari raya, tapi sepanjang hidup.